Srie, - Peraturan Kemdikbud yang mengharuskan guru yang sudah tersertifikasi
mengajar minimal 24 jam per pekan, agaknya tidak selalu berjalan mulus.
Pasalnya, ketika
kewajiban itu diterapkan pada guru, maka banyak cara guru untuk mengakalinya
agar memenuhi persyaratan untuk menerima tunjangan profesi setiap tiga bulan
sekali.
Di Bukttinggi,
Sumatera Barat, misalnya, kekurangan jam mengajar sejumlah guru diakali dengan
cara sistem arisan mengajar.
Dalam hal ini, guru
giliran mengajar, sehingga seolah masing-masing guru memiliki 24 jam mengajar
per pekan. [Baca: Penuhi 24 Jam Mengajar, Guru Gunakan Sistem Arisan Mengajar. Mungkinkah?]
Di luar itu, ada pula
cara lain yang digunakan oleh oknum guru tersertifikasi untuk mengakali
kekurangan jam mengajarnya.
Modusnya, antara lain,
adalah dengan cara memanfaatkan jam mengajar guru honorer di sekolah, terutama
di sekolah swasta, agar kekurangan jam mengajar menjadi terpenuhi.
Sebut saja Asep (bukan nama sebenarnya),
seseorang yang mengaku tahu praktek akal-akalan guru PNS di daerah Kabupaten
Bandung, Jawa Barat. Menurut Asep, untuk menambah kekurangan jam mengajar, guru
tersertifikasi tidak perlu mengajar di sekolah yang lain.
Caranya, kata dia,
cukup bayar Rp 50.000-100.000 per bulan kepada guru honorer, maka jam mengajarnya
nanti diklaim sebagai tambahan jam mengajar bagi guru PNS tersebut.
“Kan yang ngajarnya
guru honorer di sekolah lain. Nah, guru yang bersangkutan yang di-online-kan
(dilaporkan namanya, - red) ke pusat. Jadi, guru PNS bayar tuh ke guru honorernya
50-100 ribu per bulan,” terang Asep, Kamis (28/2), saat berkomunikasi melalui media
sosial.
Praktek semacam itu,
kata Asep, sudah biasa dilakukan oleh para guru sejak lama. Ia bisa memastikan
modus bayar jam mengajar itu benar-benar terjadi, mengingat hal semacam itu dilakukan
oleh sedikitnya 5 teman sendiri yang ia kenal.
“Kan kalau kemarin
nggak boleh ngajar di swasta. Nah, sekarang bisa ya, gitu deh. temen di sini,
ada 5 orang yang gitu,” ujarnya.
Upaya untuk memenuhi
kewajiban minimal 24 jam mengajar bagi guru tersertifikasi mau tidak mau harus
dilakukan.
Pasalnya, bila tidak
memenuhi syarat minimal jam mengajar, maka dana tunjangan profesi guru yang
dibayar setiap tiga bulan sekali itu akan ditahan oleh pihak Kemdikbud.
Pelaporan jam mengajar
guru dilakukan setiap setahun sekali, namun akan dilakukan verifikasi data
faktual di lapangan tiap satu semester sekali.
“Secara administratif,
hal itu dilakukan per tahun. Namun, diverifikasi per semester untuk menentukan
tunjangan profesi yang didapat,” kata Mendikbud, Mohammad Nuh, Rabu (27/2)
kemarin, di Jakarta.
Di sejumlah daerah
telah diketemukan adanya manipulasi data mengajar oleh guru tersertifikasi,
untuk kemudian guru yang bersangkutan dikenai sanksi. *** [http://www.srie.org]